perjalanan pendidikan indonesia

Perjalanan Pendidikan Nasional: Upaya Reflektif Memerdekakan Peserta Didik

Perjalanan Pendidikan nasional memiliki cerita menarik dari masa ke masanya. Perjalanan tersebut  memberikan kita gambaran bahwa melalui Pendidikan, bangsa Indonesia dapat memperjuangkan kemerdekaan negara Indonesia.

Permulaan abad ke-20 dikenal dengan masa Kebangkitan Nasional. Bibit-bibit kesadaran nasional tersebut bermula dari sebuah kebijakan pemerintah Kolonial Belanda yang dikenal dengan sebutan politik Etis.  Dalam politik Ethis, pihak Belanda menyebutkan tiga prinsip yang dianggap merupakan dasar kebijakan baru tersebut: educatie (Pendidikan), emigratie (perpindahan penduduk), dan irrigatie (pengairan). 

Usaha-usaha perbaikan yang dilakukan dalam bidang pendidikan, pada akhirnya melahirkan tokoh-tokoh bangsa sekaligus pionir kesadaran kebangsaan. Tokoh-tokoh yang menyadari bahwa pendidikan adalah sebuah sarana mencapai kemerdekaan Indonesia.

Oleh karena itu, mari kita melihat perjalanan Pendidikan Indonesia dari perspektif tokoh R.A. Kartini, dr. Sutomo, dan Ki Hajar Dewantara sebagai salah satu upaya reflektif memerdekakan peserta didik.

R.A. Kartini

Siapa yang tidak mengenal sosok R.A Kartini? Beliau adalah tokoh emansipasi perempuan di Indonesia.

Pada masa kolonial, pendidikan masih bersifat diskriminatif; Pendidikan hanya untuk golongan elite, khususnya kaum laki-laki karena prinsip pendidikan dan pengajaran pada saat itu  adalah untuk memenuhi kebutuhan pegawai rendahan di kantor-kantor pamong praja atau kantor-kantor yang lain (Rifa’i, 2011, hal.59).

Pemerintah kolonial membatasi akses pendidikan, terutama bagi kaum perempuan. Perempuan tidak memperoleh hak Pendidikan dan hak untuk melakukan interaksi sosial dengan masyarakat. Perempuan hanya bertugas di dalam rumah, tanpa kebebasan, baik dalam pemikiran maupun tingkah laku sebagai manusia seutuhnya yang diberikan potensi oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Maka, tergugalah Raden Ajeng Kartini untuk mengubah pola pikir tersebut serta berusaha mensejajarkan kedudukan antara laki-laki dan perempuan, khususnya dalam bidang Pendidikan.

Dalam suratnya kepada Stella Zeehandelaar 25 Mei 1899, Kartini menyampaikan

Pendidikan merupakan suatu alat yang digunakan untuk membuka pikiran masyarakat ke arah modernitas. Untuk menuju peradaban yang maju, maka laki-laki dan perempuan saling bekerjasama untuk membangun bangsa. Persamaan pendidikan merupakan salah satu bentuk kebebasan kepada perempuan. Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan untuk berdiri sendiri, menjadi perempuan yang mandiri, menjadi perempuan yang tidak bergantung pada orang lain.

(Pane, 2008, hal. 34). 

Kemudian, suaratnya yang disampaikan kepada Nyonya Abendanon pada tanggal 21 Januari 1901, menyebutkan bahwa R.A. Kartini menyampaikan bahwa:

Perempuan sebagai pendukung peradaban! Bahkan tidak hanya perempuan yang akan dianggap pandai dan cakap, tetapi saya yakin dengan sangat bahwa perempuan dapat membawa pengaruh besar atau dampak positif untuk bangsa Indonesia, negatif atau positifnya tetap akan memberikan akibat besar bagi kehidupan: Dan dialah yang akan merubah kehidupan dan martabat manusia

(R.A. Kartini, 2017, hal.112)

Dari isi surat di atas dapat diketahui bahwa kaum perempuan dengan Pendidikannya mempunyai potensi dan pengaruh besar terhadap kehidupan. Perempuan bukan hanya seorang ibu, tetapi mereka adalah sosok pembawa peradaban dunia.

Untuk merealisasikan tujuan pendidikannya, maka Sekolah Kartini dibuka pada tahun 1903 oleh Kartini dan Rukmini pada tahun 1903. Materi yang diajarkan berupa membaca, menulis, menjahit, merenda. Konsep pendidikan yang digagas Kartini tanpa melibatkan kurikulum pemerintah, karena tujuan Kartini bukan hanya memberikan pendidikan umum saja melainkan pula pendidikan budi pekerti.

Gagasan Kartini tentang Pendidikan perempuan merupakan wujud kepekaannya terhadap masalah sosial yang telah menjadi virus dan bersarang dalam tubuh masyarakat bumiputra yang berwujud tata hidup feodalis.

dr. Sutomo

dr. Sutomo serta mahasiswa STOVIA (School tot Opleiding voor Inlandsche Artsen) yaitu Goenawan, dr. Tjipto Mangoenkoesoemo, Soeradji, serta R.T. Ario Tirtokusumo mendirikan organisasi Budi Utomo di Jakarta pada 20 Mei 1908. Budi Utomo merupakan sebuah organisasi pelajar bersifat sosial, ekonomi, kebudayaan, serta tidak bersifat politik.

Dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, organisasi Budi Utomo berperan penting terhadap pergerakan nasional untuk mengusir penjajah. Hal ini ditandai dengan berdirinya Studifont atau Darmawara untuk perkumpulan para pelajar dari daerah Jawa dan Madura.

dr. Sutomo juga melalui organisasi Budi Utomo memberikan beasiswa kepada pemuda-pemuda Indonesia untuk mengenyam pendidikan. Golongan terpelajar berharap dengan banyaknya pemuda-pemuda Indonesia yang memperoleh pendidikan dapat mempercepat kemajuan bangsanya.

Ki Hajar Dewantara

Suwardi Suryaningrat atau yang biasa dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Suwardi Suryaningrat berasal dari lingkungan keluarga kraton (Soeratman, 1986, hal.11). Beliau adalah bapak Pendidikan Nasional Indonesia.

Ki Hajar Dewantara sangat menaruh perhatiannya terhadap kemajuan Pendidikan Indonesia, hal ini dibuktikan dengan berdirinya sebuah Lembaga Pendidikan Kebangsaan yaitu Taman Siswa, di Yogyakarta pada tanggal 3 Juli 1922. Sekolah ini merupakan bentuk kritikan seorang KHD terhadap sistem Pendidikan kolonial. Taman siswa lahir untuk membangun anak didik menjadi manusia yang bertakwa, merdeka lahir-batin, luhur akal budinya serta sehat jasmaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa, tanah air serta manusia pada umumnya.

Taman Siswa menunjukan sifat nasionalisme kultural. Setiap mata pelajaran harus dapat membangkitkan perasaan cinta kepada tanah air dan bangsa. Terdapat pendidikan kesusilaan, pendidikan kebudayaan, sejarah, ilmu bumi, serta Bahasa Indonesia menjadi mata pelajaran wajid (Djumhur, 1976, hal.180)

Berbicara mengenai sistem Pendidikannya, KHD memiliki 3 pandangan tentang sistem pendidikan. Pertama, tri pusat Pendidikan. Pendidikan terjadi dalam tiga ruang lingkup yakni: lingkungan keluarga, perguruan, dan masyarakat. Kedua, sistem among, yaitu suatu sistem Pendidikan yang berjiwa kekeluargaan bersendikan kodrat alam dan kemerdekaan. Sistem among menurut cara berlakunya disebut sistem “Tut Wuri Handayani” (Widodo, 2017). Ketiga, kebudayaan nasional. KHD membangun sistem Pendidikan yang berwatak budaya Indonesia.

Sesudah kemerdekaan, Gerakan Pendidikan KHD tetap berlanjut. Semangat juang Taman siswa terakomodasi dalam semangat berbangsa dan bernegara. Taman Siswa ikut andil dalam mengisi kemerdekaan, turut mengambil bagian dalam bidang pembangunan, sesuai dengan posisinya sebagai badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat.

Setelah mengulik perjuangan tokoh nasional  dalam memajukkan dan memerdekakan anak bangsa ini melalui pendidikan, pertanyaannya adalah apakah peserta didik hari ini telah merdeka? Apakah praktik Pendidikan yang negara ini jalankan masih membelenggu kemerdekaan peserta didiknya?

Indonesia, hari ini, melalui agenda kurikulum MERDEKA berusaha untuk memerdekakan peserta didiknya. Melalui kurikulum MERDEKA, peserta didik diberi kemerdekaan untuk bisa berinovasi, mandiri, dan kreatif. Pembelajaran tidak terbatas dengan 4 sisi tembok ruang kelas, melalui kurikulum MERDEKA, peserta didik dapat mengakses pembelajaran kapanpun dan dimanapun melalui penerapan blended learning.

Kemudian, pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (learners-centered) menjadi fokus dari kurikulum MERDEKA. Pembelajaran yang menghormati dan menerima setiap perbedaan siswa dan memberikan peserta didik kemerdekaan untuk menemukan, mengembangkan, dan mempraktekkan kemampuan yang mereka miliki melalui model pembelajaran inkuiri, problem-based learning, atau project-based learning.

Semoga dengan kurikulum MERDEKA membawa KEMERDEKAAN BELAJAR untuk kita semua. Aamiin.  

Referensi dan Rekomendasi Daftar Bacaan

  • Djumhur., Danasuparta. (1976). Sejarah Pendidikan. Bandung: CV Ilmu Bandung
  • Kartini, R.A. (2017). Habis Gelap Terbitlah Terang. Yogyakarta: Penerbit Narasi.
  • Pane, Armijin. (2008). Habis Gelap Terbitlah Terang. Jakarta: Balai Pustaka.
  • Rifa’i, M. (2011). Sejarah Pendidikan Indonesia: Dari Masa Klasik Hingga Modern. Yogyakarta: Ar Ruzz Media.
  • Ricklefs, M.C. (2017). Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
  • Sudrajat. 2007. Kartini: perjuangan dan pemikirannya. Jurnal Mozaik, 2(1). DOI: https://doi.org/10.21831/moz.v2i1.4489
  • Widodo, Bambang. (2017). Biografi: Dari Suwardi Suryaningrat Sampai Ki Hadjar Dewantara. Jakarta: Makalah Seminar “Perjuangan Ki Hajar Dewantara dari Politik ke Pendidikan.

Ditulis untuk memenuhi tugas Matakuliah Filosofi Pendidikan Indonesia

Oleh A. Tenry Lawangen Aspat Colle, Mahasiswa PPG Prajabatan 2022, Rumpun Bahasa, Universitas Haluoleo

Tenry Colle
Tenry Colle

Hi! My name is A. Tenry Lawangen Aspat Colle. I am a motivated and resourceful English educator. In addition, as the owner of @rymari.translation17 has shaped me to be a punctual and dependable translator of Indonesian to English and vice versa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *